Cara Istinjak Menggunakan Tisu

Foto: id.aliexpress.com

Jipang.id - Di era melenial, hampir semua masyarakat terutama di perkotaan lebih cenderung memilih tisu untuk istinjak (menghilangkan najis yang keluar dari qubul atau dubur) dari pada menggunakan air, diantara alasannya adalah karena tisu lebih praktis daripada air. Hal ini dapat kita amati diberbagai tempat seperti hotel, bandara dan lain sebagainya.

Adapun syarat-syarat yang perlu diperhatikan ketika hendak ber istinjak menggunakan tisu adalah sebagai berikut;

1. Tisu yang digunakan harus suci dan kering (bukan tisu basah).

2. Hendaklah tiga usapan, setiap usapan harus menggunakan tisu yang baru (tidak tisu yang telah digunakan).

3. Najis yang hendak dibersihkan tidak kering.

4. Najis yang keluar (dari qubul maupun dubur) tidak pindah dari tempat keluarnya.

5. Najis yang hendak dibersihkan tidak terkena benda lain (seperti air, debu atau najis yang lain).

6. Najis yang hendak dibersihkan jika itu tinja tidak boleh melewati batas pantat, dan bila itu air seni tidak boleh melewati batas hasyafah. Adapun batas pantat yang dimaksud adalah bertemu (menempel)nya patat kanan dan kiri ketika berdiri, sedangkan hasyafah adalah kepala zakar.

Berikut adalah cara istinjak menggunakan tisu;

1. Meyiapkan tisu yang diperkirakan cukup untuk tiga usapan atau lebih (tiga potong tisu atau lebih).

2. Jika yang dibersihkan adalah dubur maka cara mengusapnya dimulai dari pantat yang kanan, dengan pelan-pelan memutarkan tisu (mengusapkan) secara merata, usapan kedua dimulai dari pantat yang sebelah kiri, dan usapan yang ketiga mulai dari pantat yang kanan, begitu seterusya sampai tempat tersebut bersih dari najis (hanya menyisakan bekasnya saja).

3. Jika yang dibersihkan adalah qubul maka terlebih dahulu hendaklah mengurut aliran air seni pada zakar, lalu diusap minimal tiga kali usapan sampai kering (tidak merembes).

4. Tempat yang dibersihkan (istinjak) harus sampai bersih, walaupun melebihi tiga usapan, namun disunnahkan pada hitungan ganjil.

Referensi

Kitab; Safinah dan Taqrirat